Kedatangan Hillary
ke Indonesia dalam rangka akan meningkatkan kerjasama bilateral antara
Indonesia dengan AS. Rencananya malam ini, istri mantan Presiden AS Bill
Clinton ini dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty
Natalegawa, dan baru keesokan harinya akan bertemu dengan Presiden SBY (sumber
: Metro TV). Tentu menjadi pertanyaan dari banyak pihak, kaitan kedatangan
pejabat penting AS setelah Presiden Obama ini ke Indonesia, apalagi terkait
beberapa kasus yang sedang terjadi di Indonesia khususnya berkaitan dengan
keamanan dalam negeri Indonesia. Memang belum jelas agenda apa yang nantinya
akan dibicarakan untuk memperkuat hubungan kedua negara dengan jumlah penduduk
terbesar di dunia ini. Akan tetapi, menarik untuk kita simak, adakah
kepentingan tertentu dibalik kedatangan Hillary ke negara yang saat ini sedang
disorot akibat terjadinya konflik bahkan serangan keamanan kepada aparat
kepolisian.
Apabila dilihat
agenda pertemuan dan rencana pokok Hillary ke Indonesia adalah untuk
membicarakan dan membahas kawasan Asia Tenggara khususnya yang bersinggungan
dengan Cina. Sama diketahui Cina merupakan raksasa ekonomi baru
dunia yang sudah mulai menguasai dan merambah perekonomian di kawasan Asia
pasifik. Negara Eropa yang dulunya berjaya dalam hal perekonomian perlahan
lahan mulai menurun seiring terjadinya krisis global dunia.
Terakhir dengan terjadinya krisis ekonomi di Yunani yang pengaruhnya
hingga kini masih terasa.
Ada hal yang lebih
penting sebenarnya yang seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah
Indonesia dengan kedatangan Hillary ke Indonesia ini. Paling tidak, Indonesia
seharusnya dapat memiliki posisi tawar / bargaining position yang tinggi,
khususnya dalam renegosiasi kontrak-kontrak perusahaan AS yang investasi di
Indonesia, tetapi tidak banyak membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia,
contohnya : PT Freeport di Papua. Hal ini tentu saja diperlukan, karena konflik
yang saat ini belum selesai khususnya menyangkut masalah masyarakat Papua,
tidak lepas dari adanya perusahaan tambang asal Amerika yang sudah lebih dari
30 tahun “mengeruk” kekayaan alam bumi Cendrawasih tersebut tanpa membuat
masyarakat sekitarnya menjadi maju. Jika bidang ekonomi menjadi agenda dalam
pembicaraan antara Marty Natalegawa dan Hillary Clinton, maka seyogyanya kasus
renegosiasi kontrak Freeport juga dapat dimasukkan sebagai salah satu agenda.
Diharapkan nantinya, sekembalinya Hillary ke negerinya, maka PT Freeport dapat
melakukan negosiasi ulang dengan pemerintah Indonesia, paling tidak tentang
sistem bagi hasil, yang hingga kini terbukti bahwa kita sebagai pemilik tanah,
pemilik barang tambang bukannya kebagian hasilnya tetapi hanya kebagian
“ampasnya” (dampaknya yaitu adanya kerusakan lingkungan) serta masyarakat
sekitar Papua yang hingga kini masih belum menjadi “pemilik lahan / kekayaan
alam” mereka sendiri.
Sumber : www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar